Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Apa kabar sahabatku? Terima kasih yang tak terhingga, karena telah sudi membuka Blog saya ☺ ini, semoga hari ini Anda selalu diberi kebahagiaan, dan kemudahan dalam melakukan kebaikan-kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Amiin.
Pada kesempatan ini, saya menulis sebuah catatan inspirasi yang muncul manakala ada suatu hal yang sangat mengganggu dalam fikiran saya. Kisah ini mampu mengubah apa yang menjadi pandangan saya sebelumya. Semoga kisah sederhana ini, dapat menginspirasi Anda, dan selamat membaca mulai awal sampai akhir cerita.
Suatu hari, saya terdiam, duduk sendirian di salah satu bangku semen, depan kantor sekolah, tepatnya dibawah pohon beringin yang cukup besar. Disana sudah tidak terlihat lalu-lalang siswa, karena waktu sudah menunjukkan jam pulang lebih 30 menit. Tampak di kejauhan, bagian kebersihan mengambil sampah di tong-tong sampah, kemudian di masukkan dalam gerobak dorongnya, dari tengah gedung ke gedung yang lain, yang kemudian diantarkan ke TPS sekolah.
Saya melihat sepatu yang masih terpasang di kaki, saya berguman dalam hati, "Wahai sepatu, sungguh sial nasibmu. Sejak engkau diciptakan/dibuat, takdirmu selalu diinjak. Berapa mahal hargamu, pasti diinjak, berahadap dengan sesuatu yang kotor, menjijikkan, berbahaya, jorok, dan segala sesuatu yang dipandang rendah oleh orang."
"Mestinya engkau sakit hati dan iri dengan topi, yang selalu berada di atas kepala. Tiada lebih tinggi posisinya selain topi. Dan sejak topi dibuat sudah ditakdirkan berada di atas. Wahai sepatu, pernahkah kau menyalahkan nasibmu? Pernahkan kau punya keinginan untuk merubah nasib mu?"
Saya berfikir, bagaimana cara sepatu dapat menerima takdirnya dengan ikhlas???
Lalu muncullah gambaran di sebuah pojok rumah depan pintu samping, saat tengah malam, terdapatlah di sana sebuah rak sepatu yang terdiri atas beberapa alas kaki yang berbeda. 1. Sepatu Kulit, 2. Sepatu Olah Raga, 3. Sendal Jepit, 4. Sepatu Boot, 5. Sepatu Mewah yang masih terbungkus baru berada di posisi lebih tinggi dari yang lain.
Terjadilah percakapan antar beberapa alas kaki sebagai berikut :
[Sepatu Kulit Mewah]
Dengan bangga ia bercerita tentang pengalaman selama ini. "Wahai kalian semua, tahukan kalian apa yang aku alami selama ini? Aku selalu dibawa berjalan-jalan di tempat berkelas, hotel, bandara, tempat -tempat mewah, dan bertemu dengan orang-orang penting, dan intinya saat hal yang paling istimewa, maka yang digunakan adalah aku, bukan yang lain." (katanya sambil tersenyum bangga)
[Sepatu Olah Raga]
"Yah, walaupun aku tidak pernah diajak ke tempat2 itu, tapi kalau urusan fisik, olah raga, dan kegiatan yang memerlukan aktifitas aktif, maka pasti aku yang dipakek. Sepak Bola, lari-lari, basket, atau kegiatan yang sifatnya aktif, pasti aku yang dipakek. Sebab aku lentur, empuk, dan nyaman. Gak mungkin pakek kamu Si Sepatu Kulit. Mungkin sekali aktifitas, kamu sudah robek, atau bahkan kaki tuan rusak, lecet semua, gara-gara kamu." ia bercerita sambil tersenyum-senyum ngejek ke sepatu Kulit Mewah.
[Sendal Jepit]
"Kisah ku sedikit berbeda dari kalian, walau aku gak pernah diajak ke tempat mewah, berkelas, atau dibuat kegiatan olah raga, tetapi pengalamanku gak kalah seru dengan kalian. Kalau sudah urusan ibadah di masjid, ke pasar, ke tempat-tempat yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari, pasti aku yang dipakek. Tempatku lebih bermacam-macam, dan lebih luas". Sambil membusungkan dada dan tersenyum puas.
[Sepatu Bot]
"Kalau urusan ekstrim, kalian semua tidak ada apa-apanya di banding aku. Yang aku hadapi pasti hal-hal yang berbahaya. Batu padas, tanah lempung yang lengket, paku-paku, besi yang tajam, pecahan kaca, api, kotoran binatang yang menjijikkan, tempat beracun dan tempat lain yang gak mungkin kuat kalian hadapi." Sambil menundukkan badan menunjukkan ia lebih senior dari semua alas kaki di sana.
[Sepatu Mewah]
Mendengar teman-temannya bercerita, ia merasa sangat sedih. Melihat itu teman-temannya yang ada di bawah bertanya-tanya. Sepatu kulit berkata "Kenapa kamu?" Sepatu Mewah menjawab, "Memang dibanding kalian, harga ku paling mahal, tetapi, keberadaanku di sini tiada ada orang yang tahu. Sejak beli sampai sekarang, hanya berada dalam bungkus. Tidak ada pengalaman apa-apa, tidak kemana-mana, dan diam seolah tidak ada gunanya".
Dari percakapan mereka dapat saya tarik kesimpulan bahwa, mereka mendapatkan wawasan, pengalaman, pengakuan, kebanggan, manakala mereka digunakan / diinjak. Mereka akan menjadi pilihan spesial, manaka kala dia digunakan pada situasi khusus. Mereka istimewa di tempatnya, dan merasa luar biasa pada saat dan tempat yang cocok dengan mereka. Walau bentuk dan harga mereka berbeda, tetapi semua memiliki fungsi yang unik dan istimewa.
Sementara yang tidak diinjak/dipakek, maka tidak akan memiliki sesuatu yang istimewa bagi dirinya. Berapapun mewahnya, berapa pun mahalnya, tetap saja seperti hampa, dan tidak bisa menikmati apa-apa.
Jawaban dari pertanyaan saya, "bagaimana cara sepatu dapat menerima takdirnya dengan ikhlas?" Adalah manakala ia tahu akan siapa dirinya, hal istimewa apa yang dia miliki, dan menikmati segala proses dengan penuh bangga, tanpa membanding-bandingkan sesuatu yang berbeda dengan dirinya.
Bayangkan andai sepatu Kulit, merasa dirinya adalah topi, dan tidak mau menjadi sepatu, ngeyel ingin menjadi topi. Tentu yang punya akan segera membuangnya begitu saja, karena tidak sesuai dengan harapannya. Atau bahkan menghancurkannya, karena si sepatu yang ingin di atas kepala, tentu sangat mempermaulan dirinya jika dilihat orang.
Nah, dari kisah sederhana ini, semoga para sahabat dapat mengambil hikmah. Dengan harapan, kita akan menjadi orang yang lebih bijaksana dalam menghadapi hidup yang semakin penuh tantangan ini.
Terima kasih, sudah membaca sampai akhir.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.