Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat datang di blog sederhana ini. Hari ini saya ingin menceritakan sebuah kisah, yang saya anggap cukup inspiratif bagi kita semua, manakala saat ini kita masih merasa galau dengan kondisi hidup kita. Jujur saja, perasaan ini selau ada dalam diri setiap manusia yang sehat jasmani dan rohani, tidak menutup kemungkinan kepada orang-orang yang sedang menjalankan ibadah dengan taat kepada Allah SWT.
Ada rasa bingung, panik, wawas, kecewa, capek, dan sebagainya. Dan hal itu sering terjadi dalam kehidupan kita (termasuk diri saya sendiri ☺). Apalagi melihat teman baik kita, yang sejak kecil bermain bersama, pernah belajar bersama, bekerja bersama, namun kini nasibnya berbeda. Ia menjadi orang yang sukses di banding kita. Padahal kita tahu, kemampuan kita lebih baik dari dia (Menurut kita sih ☺)
Nah kisah inilah yang menjadi dasar yang akan saya sampaikan di bawah ini.
"Malam itu, saya duduk di dapur, sendiri sambil menikmati segelas kopi pahit dan rokok kretek. Pikiran menerawang, melihat bagaimana besok, apa yang akan saya berikan kepada Istri, anak, kebutuhan sehari-hari, uang saku sekolah, dan segala macam.
Teringat kembali di si ANU, saat ini ekonominya sudah sangat bagus. Usahanya lancar, mobil cukup baru, padahal dia (sepengetahuan saya selama ini), otaknya pas-pasan, tidak istimewa. Wajahnya biasa saja. Dia kerja sebagai seorang manajer salah satu perusahaan kendaraan Jepang di wilayah ini juga. Kariernya cukup bagus, sehingga dipercaya perusahaan untuk memimpin cabangnya.
Sementara saya, masih bertahan, dan seolah jalan di tempat. Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin, menahan segala keinginan yang tidak perlu, membelanjakan uang hanya yang pokok-pokok saja. Namun, tetap saja tidak mampu menabung, bahkan di akhir bulan, sering kebingungan hutang sana - hutang sini. Padahal, aku sudah menjalankan ibadah dengan optimal, doa pun selalu kupanjatkan, demi kebaikan keluarga dan orang tua.
Ada kalimat yang terbersit, "Tuhan Tidak Adil"
Nah, saat itu, kembali aku tersadar dari lamunan, dan melihat seluruh isi dapurku. Kulihat ada kompor, ada panci, ada penggorengan, piring, sendok, tempat sendok, dan segala macam peralatan dapur yang bermacam-macam.
Seandainya saya "Tuhan" (anggap yang penguasa isi dapur), tentu saya tidak akan membeli barang yang sama, untuk memudahkan tugas masak sehari-hari. Pasti saya butuh kompor, saya butuh panci, penggoreangan, pompa air, mesin cuci dan sebagainya, karena jika semua sama, (misal Kompor Gas yang seharga 1 juta lebih, atau mesin cuci sehari 5 juta an) semua, bagaimana aku masak nasi, bagaimana saya minum kopi, bagaimana saya makan, bikin sup, goreng ikan, dan lain sebagainya.
Saya pasti membutuhkan barang-barang yang bermacam-macam sesuai fungsinya. Minum pakek gelas, gak mungkin pakek panci, walau panci lebih kuat. Atau saya pakek mesin cuci untuk membersihkan pakaian, tidak mungkin menggunakan sendok, walau harganya lebih murah. Semua dibeli dengan fungsi dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Sebuah sendok, walau kecil, tapi sangat dibutuhkan saat menyuapi makanan ke mulut, saat mengaduk kopi dan gula di gelas yang bercampur air panas. Sendok tidak dapat digunakan yang lain-lain, tugasnya hanya itu. Sementara panci yang tebal dan kuat, harus dibakar dengan bara api yang panas, agar makanan yang di dalamnya menjadi matang.
Kemudian saya kembalikan kepada diri saya sendiri. Sebenarnya setiap manusia itu unik dan istimewa. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, serta tuga dan tanggung jawab masing-masing.
Mengapa nasib saya seperti ini, karena tanggung jawab saya, hanya istri dan anak-anak saya sendiri. Tidak menanggung kehidupan orang lain. Cukup buat kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak, dan hal-hal yang sifatnya pribadi. Kebutuhan lain-lain yang sifatnya sekunder dan tersier, masih bisa ditangguhkan kalau ada rezeki lebih.
Sementara mengapa teman saya nampak ekonominya bagus, mobil bagus, uang banyak? Karena selain keluarga, ia harus memikirka nasib bawahannya, kebutuhan sehari-hari, sekolah anak-anak, dan segala sesuatu yang sifatnya harus. Dia tidak mungkin punya uang sedikit, seperti apa yang saya miliki, karena beban yang harus dia cukupi lebih besar dari apa yang saya butuhkan.
Mobil bagus dan sebagainya adalah salah satu kebutuhan dia untuk menjalankan tugasnya. Jika mobil tidak bagus atau bahkan hanya naik sepeda butut, mana mungkin pelanggan percaya dan membeli barang-barang dari dealer yang ia pimpin. Dia harus tampil wah dan meyakinkan, agar jika menghadapi pembeli yang berduit, ia mampu meyakinkan bahwa kualiatas barang yang ia jual memang berkelas.
Setelah merenung cukup dalam, maka saya tersenyum menengadah ke atas, Ya Allah maafkan saya, sesungguhnya Allah Maha Adil dan bijaksana. Dan saya bersyukur, hidup saya dibuat mudah, tidak terbebani dengan hal-hal yang berat, dan membutuhkan pikiran yang sulit.
Saya hanya berdoa semoga saya diberi kemampuan untuk menghantarkan anak-anak saya menjadi seseorang yang mandiri, sholeh, dan selalu mencintai saya, hingga saat saya sudah tidak berada di dunia yang sama dengan mereka."
Demikian sahabat, mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang pas di hati, ini hanya sebuah cerita sederhana dengan segala keterbatasan tata bahasa saya. Semoga apa yang saya sampaikan di atas, sedikit memberi motivasi para pembaca sekalian.
Terima kasih telah membaca cerita ini sampai akhir.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
0 komentar:
Posting Komentar